Powered By Blogger

Selasa, 05 Agustus 2014

FIKIH : Istri Harus Berdandan Cantik Dan Berhias Diri Di Hadapan Suami

Kewajiban Istri Pada Suaminya (10)

 

 

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

 

 

 

 

أخبرنا قتيبة بن سعيد قال حدثنا الليث عن بن عجلان عن سعيد المقبري عن أبي هريرة قال قيل لرسول الله صلى الله عليه و سلم أي النساء خير قال التي تسره إذا نظر

Artinya : Telah mengkhabarkan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Laits, dari Ibnu 'Ajlan, dari Sa'id Al-Maqburi dari Abu Hurairah, ia berkata, dikatakan kepada Rasulullah saw, siapakah wanita yang paling baik? Beliau saw menjawab, Yang paling menyenangkannya jika dilihat suaminya. (HR. An-Nasa’I No. 5343 Juz 3 Halaman 271)

 

Rasulullah saw bersabda :

ألا أخبرك بخير ما يكنز المرء ؟ المرأة الصالحة إذا نظر إليها سرته

Artinya : Ingatlah aku beritahukan kepada kamu tentang simpanan seseorang yang patut dipelihara? Yaitu wanita (isteri) yang shalehah, yang menyenangkan suami tatkala melihatnya. (HR. Abu Daud No. 1664 Juz 1 Halaman 522)

 

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ ، حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ خَالِدٍ ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي الْعَاتِكَةِ ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ ، عَنِ الْقَاسِمِ ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ ، أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ : مَا اسْتَفَادَ الْمُؤْمِنُ بَعْدَ تَقْوَى اللهِ خَيْرًا لَهُ مِنْ زَوْجَةٍ صَالِحَةٍ ، إِنْ أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ ، وَإِنْ نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin ‘Ammar, telah menceritakan kepada kami Shodaqah bin Khalid, telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin Abi Al-‘Atikah, dari ‘Ali bin Yazid, dari Al-Qasim, dari abu Umamah, dari Nabi saw, sesungguhnya beliau saw bersabda, Tidak ada yang lebih baik manfaatnya yang diraih mu’min setelah taqwa kepada Allah dibanding isteri yang shalehah, jika suaminya memerintah ia (istri) ta’at, jika melihatnya ia (istri) menyenangkan. (HR. Ibnu Majah No. 1857 Juz 3 Halaman 62)

 

 

Wallahu A’lam

 

Kamis, 26 Juni 2014

FIKIH : Istri Harus Selalu Bersyukur Atas Pemberian Suami Walaupun Tidak Memuskan Hatinya Dan Bersyukur Atas Kebaikan Suam

Kewajiban Istri Pada Suaminya (9)

 

 

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

 

 

 

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَقَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ رَأَيْنَاكَ تَنَاوَلْتَ شَيْئًا فِي مَقَامِكَ هَذَا ثُمَّ رَأَيْنَاكَ تَكَعْكَعْتَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْجَنَّةَ أَوْ أُرِيتُ الْجَنَّةَ فَتَنَاوَلْتُ مِنْهَا عُنْقُودًا وَلَوْ أَخَذْتُهُ لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَا بَقِيَتْ الدُّنْيَا وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ قَالُوا لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُفْرِهِنَّ قِيلَ يَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Zaid bin Aslam dari Atha` bin Yasar dari Abdullah bin Abbas bahwa ia berkata; Pernah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw melaksanakan shalat bersama kaum muslimin. Beliau saw berdiri dengan berdiri yang sangat panjang sebagaimana panjangnya bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku' dengan ruku' yang panjang pula. Sesudah itu beliau saw bangkit dari ruku' lalu berdiri lagi dengan sangat panjang namun tidak sebagaimana panjangnya berdiri beliau yang pertama. Kemudian beliau ruku' dengan panjang, namun tidak sepanjang ruku'nya yang pertama. Lalu beliau teruskan dengan sujud. Setelah itu, beliau saw bangkit kembali dan berdiri dengan panjang, namun tidak sepanjang berdirinya pertama kali. Kemudian ruku' dengan panjang, tetapi tidak sebagaimana ruku'nya yang pertama. Kemudian beliau bangkit lagi dan berdiri dengan lama, namun tidak selama berdirinya yang pertama. Lalu beliau saw ruku' kembali dengan lama, tetapi tidak seperti ruku'nya yang pertama. Kemudian beliau saw bangkit lalu sujud. Setelah beliau selesai shalat matahari pun kembali menampakkan cahaya. Maka beliau saw pun bersabda: Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda Allah, tidaklah terjadi gerhana pada keduanya karena kematian seseorang atau pun karena kehidupannya. Jika kalian melihat hal itu, maka berdzikirlah kepada Allah. Para sahabat berkata, Wahai Rasulullah saw, kamu melihat bahwa Anda sepertinya mendapatkan sesuatu di tempat Anda berdiri, lalu kami melihat bahwa Anda tertahan. Maka beliau pun bersabda: Sesungguhnya aku melihat surga atau surga telah diperlihatkan padaku, lalu aku pun hendak mengambil seranting darinya, sekiranya kau dapat mengambilnya niscaya kalian akan memakannya selama dunia masih ada. Kemudian aku melihat neraka, maka aku tidak pernah melihat pemandangan seperti yang terjadi pada hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita. Mereka bertanya lagi, Kenapa wahai Rasulullah saw. Beliau saw menjawab, Karena kekufuran mereka. Para sahabat bertanya lagi, Apakah lantaran kekafiran mereka kepada Allah? Beliau saw menjawab, Mereka mengkufuri perlakuan dan kebaikan suaminya. Sekiranya kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka selama setahun penuh, lalu ia melihat sesuatu yang tidak baik darimu, ia pun akan berkata, Aku tidak melihat kebaikan sedikit pun darimu. (HR. Bukhori No. 5197 Juz 7 Halaman 31)

 

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ أَبِي رَجَاءٍ عَنْ عِمْرَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Al-Haitsam Telah menceritakan kepada kami 'Auf dari Abu Raja` dari Imran dari Nabi saw, beliau saw bersabda, Aku memperhatikan isi surga, lalu aku mendapatkan bahwa kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Kemudian aku melihat ke dalam neraka, maka aku pun melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita. (HR. Bukhori No. 3198 Juz 7 Halaman 31)

 

حدثنا أحمد بن محمد أخبرنا عبد الله بن المبارك حدثنا الربيع ابن مسلم حدثنا محمد بن زياد عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم من لا يشكر الناس لا يشكر الله

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad, Telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Al Mubarak, telah menceritakan kepada kami Rabi' bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ziyad, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, Barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia. maka ia tidak bersyukur kepada Allah. (HR. Tirmidzi  No. 1954 Juz 4 Halaman 339)

 

 

 

 

 

Hadits ini disebutkan secara khusus dosa kufur atau mengingkari terhadap suami di antara sekian dosa lainnya karena Nabi r telah menyatakan: ‘Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makhluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya’. Nabi saw menggandengkan hak suami terhadap istri dengan hak Allah. Maka bila seorang istri mengkufuri atau mengingkari hak suaminya, sementara hak suami terhadapnya telah mencapai puncak yang sedemikian besar, hal itu sebagai bukti istri tersebut meremehkan hak Allah. Karena itulah diberikan istilah kufur terhadap perbuatannya akan tetapi kufurnya tidak sampai mengeluarkan dari agama. Nabi saw menyatakan demikian bisa jadi karena mensyukuri Allah itu hanya bisa sempurna dengan patuh kepada-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Sementara di antara perkara yang Allah perintahkan adalah berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara tersampaikannya nikmat-nikmat Allah kepadanya. Maka orang yang tidak patuh kepada Allah dalam hal ini, ia tidak menunaikan kesyukuran atas kenikmatan-Nya. Atau bisa pula maknanya, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia yang telah memberikan dan menyampaikan kenikmatan kepadanya, padahal ia tahu sifat manusia itu sangat senang  mendapatkan pujian, ia menyakiti si pemberi kebaikan dengan berpaling dan mengingkari apa yang telah diberikan, maka orang seperti ini akan lebih berani meremehkan sikap syukur kepada Allah, yang sebenarnya sama saja bagi-Nya antara kesyukuran dan kekufuran. Maka Yang dimaksud dengan kufur di sini adalah kufur ashghar (kufur kecil) yaitu kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari keimanan. Pelakunya tetap seorang muslim namun karena dosa yang diperbuat, ia pantas mendapatkan siksa di dalam neraka meski tidak kekal di dalamnya sebagaimana pelaku kufur akbar (kufur besar). Kufur ini yang diistilahkan kufrun duna kufrin. Demikian pula perbuatan maksiat diistilahkan kufur. Namun kufur yang disebutkan dalam hadits ini bukan kufur yang mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.

 

 

 

Refrensi :

 

 

 

قوله: "إني رأيت الجنة فتناولت منها عنقودا" ظاهره أنها رؤية عين فمنهم من حمله على أن الحجب كشفت له دونها فرآها على حقيقتها وطويت المسافة بينهما حتى أمكنه أن يتناول منها، وهذا أشبه بظاهر هذا الخبر، ويؤيده حديث أسماء الماضي في أوائل صفة الصلاة بلفظ: "دنت مني الجنة حتى لو اجترأت عليها لجئتكم بقطف من قطافها " ومنهم من حمله على أنها مثلت له في الحائط كما تنطبع الصورة في المرآة فرأى جميع ما فيها، ويؤيده حديث أنس الآتي في التوحيد " لقد عرضت على الجنة والنار آنفا في عرض هذا الحائط وأنا أصلي " وفي رواية: "لقد مثلت " ولمسلم: "لقد صورت " ولا يرد على هذا أن الانطباع إنما هو في الأجسام الثقيلة لأنا نقول هو شرط عادي فيجوز أن تنخرق العادة خصوصا للنبي صلى الله عليه وسلم، لكن هذه قصة أخرى وقعت في صلاة الظهر ولا مانع أن يرى الجنة والنار مرتين بل مرارا على صور مختلفة. وأبعد من قال: إن المراد بالرؤية رؤية العلم. قال القرطبي: لا إحالة في إبقاء هذه الأمور على ظواهرها لا سيما على مذهب أهل السنة في أن الجنة والنار قد خلقتا ووجدتا، فيرجع إلى أن الله تعالى خلق لنبيه صلى الله عليه وسلم إدراكا خاصا به أدرك به الجنة والنار على حقيقتهما. قوله: "ولو أصبته" في رواية مسلم ولو أخذته، واستشكل مع قوله: "تناولت " وأجيب بحمل التناول على تكلف الأخذ لا حقيقة الأخذ، وقيل المراد تناولت لنفسي ولو أخذته لكم حكاه الكرماني وليس يجيد وقيل: المراد بقوله تناولت أي وضعت يدي عليه بحيث كنت قادرا على تحويله لكن لم يقدر لي قطفه، ولو أصبته أي لو تمكنت من قطفه. ويدل عليه قوله في حديث عقبة بن عامر عند ابن خزيمة: "أهوى بيده ليتناول شيئا " وللمصنف في حديث أسماء في أوائل الصلاة " حتى لو اجترأت عليها " وكأنه لم يؤذن له في ذلك فلم يجترئ عليه، وقيل الإرادة مقدرة، أي أردت أن أتناول ثم لم أفعل ويؤيده حديث جابر عند مسلم: "ولقد مددت يدي وأنا أريد أن أتناول من ثمرها لتنظروا إليه، ثم بدا لي أن آخذ لا أفعل " ومثله للمصنف من حديث عائشة كما سيأتي في آخر الصلاة بلفظ: "حتى لقد رأيتني أريد أن آخذ قطفا من الجنة حين رأيتموني جعلت أتقدم " ولعبد الرزاق من طريق مرسلة " أردت أن آخذ منها قطفا لأريكموه فلم يقدر " ولأحمد من حديث جابر " فحيل بيني وبينه " قال ابن بطال: لم يأخذ العنقود لأنه من طعام الجنة وهو لا يفنى، والدنيا فانية لا يجوز أن يؤكل فيها ما لا يفنى. وقيل لأنه لو رآه الناس لكان من إيمانهم بالشهادة لا بالغيب فيخشى أن يقع رفع التوبة فلا ينفع نفسا إيمانها. وقيل: لأن الجنة جزاء الأعمال، والجزاء بها لا يقع إلا في الآخرة. وحكى ابن العربي في " قانون التأويل " عن بعض شيوخه أنه قال: معنى قوله: "لأكلتم منه الخ " أن يخلق في نفس الآكل مثل الذي أكل دائما بحيث لا يغيب عن ذوقه. وتعقب بأنه رأى فلسفي مبني على أن دار الآخرة لا حقائق لها وإنما هي أمثال، والحق أن ثمار الجنة لا مقطوعة ولا ممنوعة، وإذا قطعت خلقت في الحال، فلا مانع أن يخلق الله مثل ذلك في الدنيا إذا شاء، والفرق

بين الدارين في وجوب الدوام وجوازه. "فائدة": بين سعيد بن منصور في روايته من وجه آخر عن زيد بن أسلم أن التناول المذكور كان حين قيامه الثاني من الركعة الثانية. قوله: "وأريت النار" في رواية غير أبي ذر " ورأيت " ووقع في رواية عبد الرزاق المذكورة أن رؤيته النار كانت قبل رؤيته الجنة وذلك أنه قال فيه: "عرضت على النبي صلى الله عليه وسلم النار فتأخر عن مصلاه حتى أن الناس ليركب بعضهم بعضا، وإذا رجع عرضت عليه الجنة فذهب يمشي حتى وقف في مصلاه " ولمسلم من حديث جابر " لقد جيء بالنار حين رأيتموني تأخرت مخافة أن يصيبني من لفحها " وفيه: "ثم جيء بالجنة وذلك حين رأيتموني تقدمت حتى قمت في مقامي " وزاد فيه: "ما من شيء توعدونه إلا قد رأيته في صلاتي هذه" ، وفي حديث سمرة عند ابن خزيمة: "لقد رأيت منذ قمت أصلي ما أنتم لاقون في دنياكم وآخرتكم" . قوله: "فلم أر منظرا كاليوم قط أفظع" المراد باليوم الوقت الذي هو فيه، أي لم أر منظرا مثل منظر رأيته اليوم، فحذف المرئي وأدخل التشبيه على اليوم لبشاعة ما رأى فيه وبعده عن المنظر المألوف، وقيل: الكاف اسم والتقدير ما رأيت مثل منظر هذا اليوم منظرا. ووقع في رواية المستملي والحموي " فلم أنظر كاليوم قط أفظع" . قوله: "ورأيت أكثر أهلها النساء" هذا يفسر وقت الرؤية في قوله لهن في خطبة العيد " تصدقن فإني رأيتكن أكثر أهل النار " وقد مضى ذلك في حديث أبي سعيد في كتاب الحيض، وقد تقدم في العيد الإلمام بتسمية القائل " أيكفرن". قوله: "يكفرن بالله؟ قال يكفرن العشير" كذا للجمهور عن مالك، وكذا أخرجه مسلم من رواية حفص بن ميسرة عن زيد بن أسلم، ووقع في موطأ يحيى بن يحيى الأندلسي قال: "ويكفرن العشير " بزيادة واو، واتفقوا على أن زيادة الواو غلط منه، فإن كان المراد من تغليطه كونه خالف غيره من الرواة فهو كذلك، وأطاق على الشذوذ غلطا، وإن كان المراد من تغليطه فساد المعنى فليس كذلك لأن الجواب طابق السؤال وزاد، وذلك أنه أطلق لفظ النساء فعم المؤمنة منهن والكافرة، فلما قيل " يكفرن بالله " فأجاب " ويكفرن العشير الخ " وكأنه قال: نعم يقع منهن الكفر بالله وغيره، لأن منهن من يكفر بالله منهن من يكفر الإحسان. وقال ابن عبد البر وجه رواية يحيى أن يكون الجواب لم يقع على وفق سؤال السائل، لإحاطة العلم بأن من النساء يكفر بالله فلم يحتج إلى جوابه لأن المقصود في الحديث خلافه. قوله: "يكفرن العشير" قال الكرماني: لم يعد كفر العشير بالباء كما عدى الكفر بالله لأن كفر العشير لا يتضمن معنى الاعتراف. قوله: "ويكفرن الإحسان" كأنه بيان لقوله: "يكفرن العشير " لأن المقصود كفر إحسان العشير لا كفر ذاته، وتقدم تفسير العشير في كتاب الإيمان، والمراد بكفر الإحسان تغطيته أو جحده، ويدل عليه آخر الحديث. قوله: "لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله" بيان للتغطية المذكورة، و " لو " هنا شرطية لا امتناعية. قال الكرماني: ويحتمل أن تكون امتناعية بأن يكون الحكم ثابتا على النقيضين والطرف المسكوت عنه أولى من المذكور، والدهر منصوب على الظرفية، والمراد منه مدة عمر الرجل أو الزمان كله مبالغة في كفرانهن، وليس المراد بقوله: "أحسنت " مخاطبة رجل بعينه، بل كل من يتأتى منه أن يكون مخاطبا، فهو خاص لفظا عام معنى. قوله: "شيئا" التنوين فيه للتقليل أي شيئا قليلا لا يوافق غرضها من أي نوع كان، ووقع في حديث جابر ما يدل على أن المرئي في النار من النساء من اتصف بصفات ذميمة ذكرت ولفظه: "وأكثر من رأيت فيها من النساء اللاتي إن ائتمن أفشين، وإن سئلن بخلن، وإن سألن ألحفن، وإن أعطين لم يشكرن " الحديث وفي حديث الباب من الفوائد غير ما تقدم المبادرة إلى الطاعة عند رؤية ما يحذر منه واستدفاع البلاء بذكر الله وأنواع

طاعته، ومعجزة ظاهرة للنبي صلى الله عليه وسلم وما كان عليه من نصح أمته، وتعليمهم ما ينفعهم وتحذيرهم مما يضرهم، ومراجعة المتعلم للعالم فيما لا يدركه فهمه، وجواز الاستفهام عن علة الحكم، وبيان العالم ما يحتاج إليه تلميذه، وتحريم كفران الحقوق. ووجوب شكر المنعم. وفيه أن الجنة والنار مخلوقتان موجودتان اليوم، وجواز إطلاق الكفر على ما لا يخرج من الملة. وتعذيب أهل التوحيد على المعاصي، وجواز العمل في الصلاة إذا لم يكثر.

(Lihat Kitab Fathul Bari Juz 2 Halaman 541-543)

 

قوله: (من لا يشكر الناس لا يشكر الله) قال القاضي: وهذا إما لأن شكره تعالى إنما يتم بمطاوعته وامتثال أمره وأن مما أمر به شكر الناس الذين هم وسائط في إيصال نعم الله إليه، فمن لم يطاوعه فيه لم يكن مؤدياً شكر نعمه، أو لأن من أخل بشكر من أسدى نعمة من الناس مع ما يرى من حرصه على حب الثناء والشكر على النعماء وتأذيه بالإعراض والكفران كان أولى بأن يتهاون في شكر من يستوي عنده الشكر والكفران انتهى.

قوله: (هذا حديث صحيح) وأخرجه أحمد وأبو داود. قال المنذري في الترغيب بعد ذكر هذا الحديث ما لفظه: روي هذا الحديث برفع الله وبرفع الناس وروي أيضاً بنصبهما وبرفع الله ونصب الناس وعكسه أربع روايات انتهى.

(Lihat Kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi Juz 2 Halaman 64)

 

قال بكفر العشير وبكفر الاحسان هكذا ضبطناه بكفر بالباء الموحدة الجارة وضم الكاف واسكان الفاء وفيه جواز اطلاق الكفر على كفران الحقوق وان لم يكن ذلك الشخص كافرا بالله تعالى وقد سبق شرح هذا اللفظ مرات والعشير المعاشر كالزوج وغيره فيه ذم كفران الحقوق لأصحابها

(Lihat Kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Juz 6 Halaman 213)

 

 

 

Wallahu A’lam

 

FIKIH : Istri Harus Berkhidmat Pada Suami Dan Anak-Anaknya

Kewajiban Istri Pada Suaminya (8)

 

 

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

 

 

 

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا عَلِيٌّ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام شَكَتْ مَا تَلْقَى مِنْ أَثَرِ الرَّحَا فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ فَانْطَلَقَتْ فَلَمْ تَجِدْهُ فَوَجَدَتْ عَائِشَةَ فَأَخْبَرَتْهَا فَلَمَّا جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ عَائِشَةُ بِمَجِيءِ فَاطِمَةَ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا وَقَدْ أَخَذْنَا مَضَاجِعَنَا فَذَهَبْتُ لِأَقُومَ فَقَالَ عَلَى مَكَانِكُمَا فَقَعَدَ بَيْنَنَا حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى صَدْرِي وَقَالَ أَلَا أُعَلِّمُكُمَا خَيْرًا مِمَّا سَأَلْتُمَانِي إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا تُكَبِّرَا أَرْبَعًا وَثَلَاثِينَ وَتُسَبِّحَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتَحْمَدَا ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ

Artinya : Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Basysyar telah bercerita kepada kami Ghundar telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Al-Hakam aku mendengar Ibnu Abu Laila berkata, telah bercerita kepada kami 'Ali radliallahu 'anhuma bahwa Fathimah 'alaihis salam mengeluhkan apa yang dirasakannya dari kepenatan bekerja. Tak lama kemudian Nabi saw memperoleh ghanimah berpa tawanan, maka Fathimah mencari beliau saw namun dia tidak mendapatkannya, hanya ia temui 'Aisyah dan ia ceritakan kepentingannya. Ketika Nabi saw datang, 'Aisyah mengabarkan kedatangan Fathimah. Maka Nabi saw mendatangi kami sedang kami telah menempati tempat tidur kami. Maka aku beranjak untuk bangun namun beliau berkata: Tetaplah di tempat kalian. Lalu belaiu duduk di antara kami hingga aku rasakan pada dadaku kaki beliau yang dingin lalu beliau bersabda: Maukah kalian berdua aku ajarkan perkara yang lebih baik dari yang kalian minta?. Jika kalian telah berada di tempat tidur kalian bacalah takbir tiga puluh empat kali, tasbih tiga puluh tiga kali dan tahmid tiga puluh tiga kali. Itu semua lebih baik buat kalian berdua dari pada seorang pembantu. (HR. Bukhori No. 3705 Juz 5 Halaman 19)

 

حدثنا محمد بن عبيد الغبري حدثنا حماد بن زيد عن أيوب عن ابن أبي مليكة أن أسماء قالت
كنت أخدم الزبير خدمة البيت وكان له فرس وكنت أسوسه فلم يكن من الخدمة شيء أشد علي من سياسة الفرس كنت أحتش له وأقوم عليه

Artinya : Telah bercerita kepadaku Muhammad bin ‘abid al-ghabiri, telah bercerita kepada kami hammad bin zid, dari ayyub, dari abi ibnu malikah, sesungguhnya Asma’ berkata kepadaku, Aku membantu Zubair mengerjakan pekerjaan rumah. Ia punya satu ekor kuda, dan akulah yang mengurusnya. Tidak ada pekerjaan rumah yang lebih berat bagiku melebihi mengurus kudanya itu. Aku mencarikan rumput dan memberinya makan. (HR. Muslim No. 2182 Juz 4 Halaman 1716)

 

 

 

 

 

Ali berkata kepada Fatimah, “Demi Allah, aku selalu menimba air dari sumur sehingga dadaku terasa sakit. Fatimah menjawab, “Dan aku, demi Allah, memutar penggiling hingga kedua tanganku lecet (luka). Pernyataan Ali dan Fatimah di atas menunjukkan, kedua belah pihak saling bekerja sama menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya. Mereka berdua telah bekerja sama dengan harmonis untuk menyelesaikan pekerjaan praktis di rumah. Ali menimba air dari sumur, yang  tentu saja sumur pada waktu itu amat dalam, sedangkan Fatimah memutar penggiling untuk menumbuk gandum. Keduanya adalah jenis pekerjaan “berat” yang memerlukan tenaga. Kisah ini di jadikan dalil wajibnya seorang istri menjalankan tugas atau pelayanan yang dibutuhkan suaminya (di rumah) atau pekerjaan rumah tangga suaminya. Inilah pendapat Abu Tsaur. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa pekerjaan rumah tangga hanya tathawwu’ (sunnah) atas istri yakni tidak harus. Maka tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual (istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban. Semua ini termasuk kepatutan (apa yang telah dilakukan Asma’ binti Abu Bakar tersebut), bahwa wanita melayani suaminya dengan hal-hal yang telah disebutkan itu (seperti memasak, mencuci pakaian, dan lainnya), semua itu merupakan sumbangan dan kebaikan wanita kepada suaminya, pergaulan yang baik, perbuatan yang makruf, yang tidak wajib sama sekali atasnya, bahkan seandainya ia tidak mau melaksanakannya maka ia tidak berdosa.

 

 

Refrensi :

 

 

عمل المرأة في بيت زوجها" أورد فيه حديث علي في طلب فاطمة الخادم، والحجة منه قوله فيه: "تشكو إليه ما تلقى في يدها من الرحى"، وقد تقدم الحديث في أوائل فرض الخمس وأن شرحه يأتي في كتاب الدعوات إن شاء الله تعالى، وسأذكر شيئا مما يتعلق بهذا الباب في الباب الذي يليه. حديث علي في طلب فاطمة الخادم، والحجة منه قوله فيه: "تشكو إليه ما تلقى في يدها من الرحى"، وقد تقدم الحديث في أوائل فرض الخمس وأن شرحه يأتي في كتاب الدعوات إن شاء الله تعالى، وسأذكر شيئا مما يتعلق بهذا الباب في الباب الذي يليه. ويستفاد من قوله: "ألا أدلكما على خير مما سألتما" أن الذي يلازم ذكر الله يعطي قوة أعظم من القوة التي يعملها له الخادم، أو تسهل الأمور عليه بحيث يكون تعاطيه أموره أسهل من تعاطي الخادم لها، هكذا استنبطه بعضهم من الحديث، والذي يظهر أن المراد أن نفع التسبيح مختص بالدار الآخرة ونفع الخادم مختص بالدار الدنيا، والآخرة خير وأبقى

قوله باب خادم المرأة أي هل يشرع ويلزم الزوج اخدامها ذكر فيه حديث علي المذكور في الذي قبله وسياقه اخصر منه قال الطبري يؤخذ منه أن كل من كانت لها طاقة من النساء على خدمة بيتها في خبز أو طحن أو غير ذلك أن ذلك لا يلزم الزوج إذا كان معروفا أن مثلها يلي ذلك بنفسه ووجه الأخذ أن فاطمة لما سألت أباها صلى الله عليه وسلم الخادم لم يأمر زوجها بأن يكفيها ذلك أما باخدامها خادما أو باستئجار من يقوم بذلك أو بتعاطى ذلك بنفسه ولو كانت كفاية ذلك إلى على لآمره به كما أمره أن يسوق إليها صداقها قبل الدخول مع أن سوق الصداق ليس بواجب إذا رضيت المرأة أن تؤخره فكيف يأمره بما ليس بواجب عليه ويترك أن يأمره بالواجب وحكى بن حبيب عن أصبغ وابن الماجشون عن مالك أن خدمة البيت تلزم المرأة ولو كانت الزوجة ذات قدر وشرف إذا كان الزوج معسرا قال ولذلك ألزم النبي صلى الله عليه وسلم فاطمة الخدمة الباطنة وعليا بالخدمة الظاهرة وحكى بن بطال أن بعض الشيوخ قال لا نعلم في شيء من الآثار أن النبي صلى الله عليه وسلم قضى على فاطمة بالخدمة الباطنة وإنما جرى الأمر بينهم على ما تعارفوه من حسن العشرة وجميل الأخلاق وأما أن تجبر المرأة على شيء من الخدمة فلا أصل له بل الإجماع منعقد على أن على الزوج مؤنة الزوجة كلها ونقل الطحاوي الإجماع على أن الزوج ليس له إخراج خادم المرأة من بيته فدل على أنه يلزمه نفقة الخادم على حسب الحاجة إليه وقال الشافعي والكوفيون يفرض لها ولخادمها النفقة إذا كانت ممن تخدم وقال مالك والليث ومحمد بن الحسن يفرض لها ولخادمها إذا كانت خطيرة وشذ أهل الظاهر فقالوا ليس على الزوج أن يخدمها ولو كانت بنت الخليفة وحجة الجماعة قوله تعالى وعاشروهن بالمعروف وإذا احتاجت إلى من يخدمها فامتنع لم يعاشرها بالمعروف وقد تقدم كثير من مباحث هذا الباب في باب الغيرة من أواخر النكاح في شرح حديث أسماء بنت أبي بكر في ذلك

(Lihat Kitab Fathul Bari Juz 9 Halaman 506)

 

ويجمع بين الروايتين بأن السبي لما جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم أعطى أبا بكر منه خادما ليرسله إلى ابنته أسماء فصدق أن النبي صلى الله عليه وسلم هو المعطي، ولكن وصل ذلك إليها بواسطة. ووقع عنده في هذه الرواية أنها باعتها بعد ذلك وتصدقت بثمنها، وهو محمول على أنها استغنت عنها بغيرها. واستدل بهذه القصة على أن على المرأة القيام بجميع ما يحتاج إليه زوجها من الخدمة، وإليه ذهب أبو ثور، وحمله الباقون على أنها تطوعت بذلك ولم يكن لازما، أشار إليه المهلب وغيره.

(Lihat Kitab Fathul Bari Juz 9 Halaman 324)

 

( عن أسماء أنها كانت تعلف فرس زوجها الزبير وتكفيه مؤنته وتسوسه وتدق النو لناضحه وتعلفه وتستقى الماء وتعجن ) هذا كله من المعروف والمروآت التى أطبق الناس عليها وهو أن المرأة تخدم زوجها بهذه الأمور المذكورة ونحوها من الخبز والطبخ وغسل الثياب وغير ذلك وكله تبرع من المرأة وإحسان منها إلى زوجها وحسن معاشرة وفعل معروف معه ولايجب عليها شيء من ذلك بل لوامتنعت من جميع هذا لم تاثم ويلزمه هو تحصيل هذه الأمور لها ولا يحل

له الزامها بشيء من هذا وانما تفعله المرأة تبرعا وهى عادة جميلة استمر عليها النساء من الزمن الأول إلى الآن وانما الواجب على المرأة شيئان تمكينها زوجها من نفسها وملازمة بيته قولها ( وأخرز غربه ) هو بغين معجمة مفتوحة ثم راء ساكنة ثم باء موحدة وهو الدلو الكبير قولها ( وكنت أنقل النوى من أرض الزبير التي أقطعه رسول الله صلى الله عليه و سلم على رأسي وهو على ثلثي فرسخ قال أهل اللغة يقال أقطعه اذا أعطاه قطيعة وهي قطعة أرض سميت قطيعة لأنها اقتطعها من جملة الأرض وقوله على ثلثى فرسخ أى من مسكنها بالمدينة وأما الفرسخ فهو ثلاثة أميال والميل ستة آلاف ذراع والذراع أربع وعشرون أصبعا معترضة معتدلة والأصبع ست شعيرات معترضات معتدلات وفى هذا دليل لجواز إقطاع الامام فأما الأرض المملوكة لبيت المال فلايملكها أحد إلا بإقطاع الامام ثم تارة يقطع رقبتها ويملكها الانسان يرى فيه مصلحة فيجوز ويملكها كما يملك ما يعطيه من الدراهم والدنانير وغيرها اذا رأى فيه مصلحة وتارة يقطعه منفعتها فيستحق الانتفاع بها مدة الاقطاع وأما الموات فيجوز لكل أحد احياؤه ولايفتقر إلى اذن الامام هذا مذهب مالك والشافعى والجمهور وقال أبو حنيفة لايملك الموات بالاحياء الاباذن الامام وأما قولها وكنت أنقل النوى من أرض الزبير فأشار القاضي إلى أن معناه أنها تلتقطه من النوى الساقط فيها مما أكله الناس وألقوه قال ففيه جواز التقاط المطروحات رغبة عنها كالنوى والسنابل وخرق المزابل وسقاطتها ومايطرحه الناس من رديء المتاع ورديء الخضر وغيرها مما يعرف أنهم تركوه رغبة عنه فكل هذا يحل التقاطه ويملكه الملتقط وقد لقطه الصالحون وأهل الورع ورأوه من الحلال المحض وارتضوه لأكلهم ولباسهم قولها ( فجئت يوما والنوى على رأسى فلقيت رسول الله صلى الله عليه و سلم ومعه نفر من أصحابه فدعاني وقال إخ إخ ليحملنى خلفه فاستحييت وعرفت غيرتك ) أما لفظة إخ إخ فهي بكسر الهمزة واسكان الخاء المعجمة وهى كلمة تقال للبعير ليبرك وفى هذا الحديث جواز الارداف على الدابة اذا كانت مطيقة وله نظائر كثيرة فى الصحيح سبق بيانها فى مواضعها وفيه ما كان عليه صلى الله عليه و سلم من الشفقة على المؤمنين والمؤمنات ورحمتهم ومواساتهم فيما أمكنه وفيه جواز ارداف المرأة التى ليست محرما اذا وجدت فى طريق قد أعيت لا سيما مع جماعة رجال صالحين ولا شك فى جواز مثل هذا وقال القاضي عياض هذا خاص للنبى صلى الله عليه و سلم بخلاف غيره فقد أمرنا بالمباعدة من أنفاس الرجال والنساء وكانت عادته صلى الله عليه و سلم مباعدتهن ليقتدى به أمته قال وانما كانت هذه خصوصية له لكونها بنت أبى بكر وأخت عائشة وامرأة الزبير فكانت كاحدى أهله ونسائه مع ما خص به صلى الله عليه و سلم أنه أملك لاربه وأما ارداف المحارم فجائز بلاخلاف بكل حال قولها ( أرسل إلى بخادم ) أى جارية تخدمنى يقال للذكر والأنثى خادم بلا هاء قولها فى الفقير الذى استأذنها فى أن يبيع فى ظل دارها وذكرت الحيلة فى استرضاء الزبير هذا فيه حسن الملاطفة فى تحصيل المصالح ومداراة أخلاق الناس فى تتميم ذلك والله أعلم

(Lihat Kitab Al-Minhaj syarah Shahih Muslim Juz 14 Halaman 164-167)

 

وإن كانت المرأة ممن لا تخدم نفسها بأن تكون من ذوات الأقدار أو مريضة وجب لها خادم لقوله عز وجل { وعاشروهن بالمعروف } ومن العشرة بالمعروف أن يقيم لها من يخدمها ولا يجب لها أكثر من خادم واحد لأن المستحق خدمتها في نفسها وذلك يحصل بخادم واحد ولا يجوز أن يكون الخادم إلا امرأة أو ذا رحم

(Lihat Kitab Al-Muhadzdzab Juz 2 Halaman 162)

 

 

 

Wallahu A’lam